Jumat, 06 Februari 2009

Human Capital

I play violin like I make love, demikian salah satu judul lagu dalam album musik gubahan pemain violis cantik rupawan bernama Maylaffayza. Sebuah judul yang provokatif dan sekaligus menggetarkan sukma. Namun kalimat itu sendiri sesungguhnya dengan tepat menggambarkan prinsip kunci dalam kinerja insani. Sebuah prinsip yang menyebutkan bahwa untuk meraih sebuah penampilan puncak (peak performance), kita memang harus menghampiri setiap panggilan tugas dengan penuh letupan gairah yang membuncah dan dengan lenguhan rasa passion yang meluruh.

Sebab hanya dengan itulah, dengan antusiasme yang menggelora dan passion yang menghujam, kita kemudian baru bisa mereguk sebuah puncak prestasi. Pakar kinerja insani, Mihaly Csikszen menyebut momen orgasmik semacam itu sebagai "Flow" atau sebuah situasi dimana tak ada lagi “batas” antara insan dengan tugas yang tengah dilakoni; sebuah momen dimana seorang insan “mengalir bersama” dan “bersetubuh-menyatu” dengan pekerjaannya. Dalam momen yang mengalir penuh nikmat dan joyful itu, lalu akan terbentang puncak produktivitas dan prestasi kerja yang istimewa dari seorang individu.

Dalam situasi flow, seorang individu akan terlibat total dengan pekerjaannya; dan menganggap setiap jejak tantangan yang ada didalamnya sebagai bagian dari petualangan yang menggairahkan. Dalam prosesnya, ia kemudian bisa menghabiskan waktu berjam-jam didalamnya, tanpa pernah merasa lelah. Ia seperti selalu mendapat inner motivation (motivasi dari internal dirinya) untuk menuntaskan pekerjaan yang ada didepannya dengan penuh kesempurnaan. Ia mengerjakan tugas itu bukan semata karena instruksi atasan atau pihak lainnya; namun lebih karena dipicu oleh spirit dalam dirinya untuk menuntaskan pekerjaan itu dengan optimal. Ia akan merasa puas setiap kali bisa menyelesaikan pekerjaanya dengan prima.

Pertanyaan berikutnya adalah : elemen apa saja yang layak diperhatikan untuk membuat sebuah pekerjaan atau profesi menjadi hamparan taman yang mampu membius kita dalam situasi “flow”. Disini mungkin kita bisa meminjam temuan dari Hickman & Oldham. Melalui serangkaian riset empiris yang panjang, mereka menemukan adanya lima dimensi kunci yang layak dicatat manakala kita hendak merajut sebuah “meaningful job”.

Dimensi yang pertama adalah apa yang disebut “skill variety” atau variasi ketrampilan yang diperlukan untuk menuntaskan sebuah pekerjaan. Sebuah pekerjaan yang monoton dan repetitif acap gagal menghadirkan sebuah tantangan tugas yang indah untuk dilakoni. Sebaliknya, makin kompleks pekerjaan itu, dan makin tinggi variasi skill yang diperlukan untuk mengerjakannya, maka makin besar peluang kita untuk membuat sebuah pekerjaan menjadi penuh makna.

Dimensi yang kedua adalah “task identity” atau identitas tugas/pekerjaan yang tengah kita lakoni. Identitas disini artinya sejauh mana kita mengetahui posisi tugas itu dalam sebuah alur proses. Kita akan lebih berpeluang membangun pekerjaan yang inspiring, manakala kita mengetahui relasi tugas yang tengah kita kerjakan dengan bagian lainnya, dan juga tahu dimana posisi tugas itu dalam alur proses bisnis di tempat kita bekerja.

Dimensi yang ketiga adalah “task significance”. Apakah tugas yang tengah kita kerjakan merupakan sesuatu yang penting, dan memiliki dampak yang signifikan terhadap hidup matinya sebuah operasi bisnis? Atau hanya sekedar pekerjaan tempelan yang hampir tak pernah punya pengaruh besar terhadap masa depan organisasi?

Dimensi yang keempat adalah “autonomy”. Kita kerapkali gagal mengusung sebuah pekerjaan yang menggairahkan manakala kita memiliki otonomi yang sangat terbatas, tidak bebas mengekspresikan gagasan kita, dan justru terus dipasung oleh birokrasi dan gaya atasan yang otoriter. Sebaliknya, makin besar otonomi dan freedom yang bisa kita rengkuh, maka kita cenderung akan mampu merajut kinerja yang lebih kreatif dan produktif.

Dimensi yang terakhir adalah “feedback”. Kapan terakhir kali Anda mendapat umpan balik yang inspiring dari atasan Anda – sebuah umpan balik yang produktif dan mendorong Anda untuk terus berkarya dengan optimal? Oldham dan Hickman bilang, umpan balik yang konstruktif dan disampaikan secara reguler akan mampu menghantarkan kita dalam sebuah perjalanan indah menemukan a meaningful job.

Demikianlah lima dimensi kunci yang layak kita perhatikan manakala kita hendak merajut kehadiran “flow” dalam bentangan kehidupan profesional kita. Indah rasanya kalau saja kita bisa merasakan kehadiran flow ini dalam bingkai pekerjaan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar