Kamis, 12 Februari 2009

BUDAYA DAN KOMITMEN KERJA KARYAWAN

(Dalam Konteks Indonesia)

Pengantar

Komitmen adalah istilah yang cenderung abstrak, seabstrak dalam praktiknya. Namun demikian, manusia pada dasarnya menyukai hal-hal yang abstrak, seperti keadilan, kesejahteraan, kemakmuran, dan sederet ke-an lain yang serba nyaman. Mowday, dkk (1984) mendefinisikan komitment organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi.

Pada dasarnya, kinerja suatu perusahaan, sangat ditentukan oleh komitmen karyawannya. Semakin besar komitmen karyawan, maka akan semakin besar pula ia mencurahkan segala kemampuannya untuk memberikan sesuatu yang lebih dari yang diminta oleh perusahaan. Hal itu juga berarti bahwa semakin besar komitmen karyawan, maka akan semakin cemerlang pekerjaannya, dan pada akhirnya tentu performa perusahaan akan meningkat. Hal ini biasa disebut dengan istilah beyond compliance. Untuk melihat komitmen seorang karyawan, biasanya kita perlu melihat terlebih dahulu komitmen perusahaan terhadap karyawannya. Ini adalah hukum transaksi yang wajar berlaku di dunia bisnis. Karena memang, besar kecilnya komitmen karyawan terhadap perusahaan itu, akan sangat tergantung kepada besar kecilnya komitmen perusahaan terhadap karyawan.

Terkait dengan pengaruh faktor budaya itu, maka hasil survei yang dilakukan oleh Hay Group (konsultan kelas dunia yang berpusat di Boston, USA) menarik untuk kita cermati. Menurut data Hay Group, yang dilansir dalam majalah SWAsembada edisi 02/XXII/ 26 Januari – 8 Februari 2006, dari 32 negara yang di survei, ternyata Indonesia menempati urutan ke 31 pada Indeks Komitmen Karyawannya. Lihat Tabel 1 berikut :

Tabel 1

Indeks Komitmen Karyawan di Sejumlah Negara

No

Nama Negara

Skor


No

Nama Negara

Skor

1

Austria

87


17

New Zealand

78

2

Denmark

87


18

USA

78

3

Finland

87


19

Philippines

77

4

Mexico

87


20

Australia

76

5

Brazil

85


21

Poland

76

6

Netherland

84


22

France

75

7

Switzerland

83


23

Italy

75

8

Belgium

82


24

Ireland

73

9

Spain

82


25

United Kingdom

73

10

Argentina

81


26

Singapore

69

11

Germany

80


27

China

67

12

Portugal

80


28

Malaysia

65

13

Sweden

80


29

Hongkong

64

14

Greece

79


30

Korea

63

15

Canada

78


31

Indonesia

63

16

Chile

78


32

Japan

58

Berdasarkan data di atas, jika di benchmark dengan negara maju lain, Indeks Komitmen Karyawan di Indonesia ini cukup memprihatinkan. Negara Austria, Denmark, Finlandia, dan Mexico memiliki indeks komitmen tertinggi (87). Sementara negara-negara Asia, rata-rata memiliki indeks komitmen terendah, kecuali Filipina yang memiliki indeks lumayan (77). Selebihnya, negara-negara Asia berada di bawah angka 70, dimana Indonesia sendiri sama dengan Korea.

Selain data antar negara tersebut, terdapat hal menarik pada data indeks komitmen Indonesia, berdasarkan hasil survey majalah SWAsembada bersama Hay Group tahun 2005. Seperti di ketahui, angka indeks 63 di atas merupakan overall seluruh partisipan survey di Indonesia. Namun, jika di lihat pada indeks masing-masing perusahaan yang di survei, sebenarnya terdapat beberapa perusahaan yang memiliki indeks komitmen tinggi (di atas 80 poin).

Jika diurai lebih lanjut, dari 31 perusahaan yang di survey, ternyata tiga besar perusahaan di Indonesia yang memiliki indeks komitmen tertinggi itu, semuanya merupakan perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia dan bersifat multinasional. Perusahaan itu masing-masing adalah PT. TNT Indonesia, sebuah perusahaan logistik internasional (index score 89), PT. Microsoft Indonesia, sebuah perusahaan produsen sofware komputer terkemuka (index score 88), dan PT. Hasta Rahayu Citra, sebuah perusahaan yang mengelola jaringan kafe internasional, Hard Rock Kafe (index score 87). Lihat Tabel 2 berikut :

Tabel 2.

Indeks Komitmen Karyawan pada 10 Besar Perusahaan di Indonesia

No

Nama Perusahaan

Skor


No

Nama Perusahaan

Skor

1

PT. TNT Indonesia

89


6

PT. Indofood, Tbk

79

2

PT. Microsoft Indonesia

88


7

PT. Dexa Medica

74

3

PT. HRC (Hard Rock Kafe)

87


8

PT. HM. Sampoerna, Tbk.

74

4

PT. Berca Hardyaperkasa

80


9

PT. Bank Niaga, Tbk.

73

5

PT. Anugrah Argon

79


10

PT. Pfizer Indonesia

72

Dari 31 perusahaan yang disurvey dengan melibatkan sebanyak 5080 karyawan itu, didapat lima key driver yang menjadi faktor dominan penunjang komitmen di Indonesia, yaitu : external business focus (27%), job enablement (17%), internal effectiveness communication (15%), internal effectiveness direction (8%), management performance (8%), dan sisanya terbilang kurang signifikan.

Hasil survey yang menggunakan Hay Insight Model of Engaged Performance ini sangat menarik, karena munculnya external business focus (EBF) sebagai faktor dominan bagi pendorong timbulnya komitmen. Hal ini berbeda dengan hasil dari negara lain yang tidak meletakkan EBF sebagai faktor yang dominan (diagram model, terlampir).

Seperti diketahui, EBF ini terkait dengan citra dan reputasi perusahaan di tengah masyarakat, yang menyangkut produk dan servis yang diberikan perusahaan kepada para customer. Sementara management performance (MF) berhubungan dengan reward, recognition, dan insentif yang diberikan perusahaan kepada karyawan.

Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa karyawan di Indonesia ternyata tidak melihat faktor gaji sebagai faktor yang menunjang komitmen kerja seseorang. Yang menunjang komitmen itu justru nama baik atau nama besar perusahaan di tengah-tengah masyarakat. Nama baik atau nama besar ini berkaitan dengan customer oriented alias memberi pelayanan yang baik kepada konsumen, baik karena produknya bermutu maupun karena etika bisnis yang dikembangkan. Hal inilah yang membuat seorang karyawan bangga, stay, dan komit kepada perusahaan.


Lampiran. Hay Insight Model of Engaged Performance


Permasalahan

Dari uraian di atas, paling tidak ada tiga pertanyaan masalah yang dapat diajukan, yaitu :

1. Mengapa terdapat perbedaan komitmen karyawan pada masing-masing negara?

2. Mengapa indeks komitmen karyawan Indonesia terbilang rendah jika di bandingkan dengan negara-negara lain?

3. Mengapa karyawan di Indonesia tidak melihat faktor management performance (gaji, reward, insentif) sebagai faktor utama pendorong timbulnya komitmen kerja?

Pembahasan

A. Komitmen dan Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuhnya komitmen karyawan. Lebih jauh Schein (1992) mengemukakan bahwa budaya organisasi adalah suatu perekat yang dapat menyatukan unsur-unsur dalam organisasi menjadi kesatuan yang terpadu. Budaya merupakan suatu pola pembentukan basic assumption yang dipelajari oleh kelompok sebagai pemecahan masalah bagi anggota organisasi dalam beradaptasi eksternal kelompok dan integrasi internal. Anggota baru dapat belajar berbagai cara agar berpikir, mengerti dan merasakan budaya organisasi dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi (Schein, 1992). Budaya juga merupakan perilaku konvensional dalam komunitas dan mempengaruhi tindakan seseorang meskipun sebagian besar tidak disadarinya, pengaruh tersebut dapat berasal dari lingkungan kepercayaan, adat istiadat, pengetahuan, dan praktek yang diciptakan anggota serta dikembangkan ketika mereka belajar mengatasi persoalan (Schein, 1992). Budaya organisasi merupakan konsep yang soft dan holistic serta merupakan suatu aset psikologis dari suatu organisasi.

Dengan memperhatikan pendapat dari Ouchi dan Schien, maka akan nampak kaitannya antara komitmen karyawan dengan budaya organisasi. Schein mengungkapkan juga bahwa budaya merupakan perilaku yang konvensional dalam komunitas dan mempengaruhi tindakan individu, pengaruh tersebut bisa berasal dari kepercayaan, adat sitiadat, pengetahuan, dan praktek dalam mengatasi persoalan. Pengaruh yang berasal dari kepercayaan terhadap nilai, adat sitiadat, dan norma tentunya sangat dipengaruhi pula oleh budaya (culture) secara makro dimana organisasi itu berada.

B. Telaah Budaya Secara Makro

Budaya yang dimiliki oleh setiap bangsa di dunia ini berbeda-beda. Perbedaan budaya yang dianut serta berkembang dalam suatu bangsa akan mempengaruhi setiap aspek bidang kehidupan masyarakat dalam bangsa tersebut. Tak terkecuali budaya organisasi atau perusahaan dalam suatu bangsa, jelas akan dipengaruhi pula oleh budaya bangsa.

Dalam kajian cross culture, penelitian dari Hofstede (1980) telah banyak membantu dalam mempelajari dalam mengkaji perbedaan budaya antar bangsa di dunia. Hofstede mengidentifikasi ada empat dimensi budaya antar bangsa di dunia, yaitu individualitas, sentralilsasi kekuasaan, menghindari ketidakpastian, dan maskulinitas. Jika melihat daftar tabel mengenai dimensi budaya antar bangsa hasil dari penelitian Hofstede, maka akan nampak perbedaan dari masing-masing dimensi budaya pada setiap bangsa. Dengan skor dimensi yang berbeda-beda pada setiap bangsa, kita akan bisa melihat dimensi apa saja yang dominan pada suatau bangsa. Hal ini menggambarkan salah satu aspek budaya dalam suatu bangsa yang sangat mempengaruhi pola kehidupan masyarakatnya.

Tabel di bawah ini menunjukkan angka di dalam lima dimensi kebudayaan yang ada, menjelaskan bahwa setiap negara memiliki dimensi kebudayaan yang berbeda-beda.

Tabel Angka Dimensi Kebudayaan pada 10 Negara

Negara

Power Distance

Individualism

Masculinity

Uncertainty

Avoidance

Long-term

Orientation

Amerika

40 (low)

91 (high)

62 (high)

46 (low)

29 (low)

Jerman

35 (low)

67 (high)

66 (high)

65 (middle)

31 (middle)

Jepang

54 (middle)

46 (middle)

95 (high)

92 (high)

80 (high)

Prancis

68 (high)

71 (high)

45 (middle)

86 (middle)

30* (low)

Netherlands

38 (low)

80 (high)

14 (low)

53 (middle)

44 (middle)

Hongkong

68 (high)

25 (low)

57 (high)

29 (low)

96 (high)

Indonesia

78 (high)

14 (low)

46 (middle)

48 (low)

25* (low)

Afrika Barat

77 (high)

20 (low)

46 (middle)

54 (middle)

16 (low)

Rusia

95* (high)

50 * (middle)

40* (low)

90* (high)

10* (low)

China

80* (high)

20* (low)

50* (middle)

60* (middle)

11 (low)

* perkiraan

Selain hasil penelitian dari Hofstede, ada juga teori tipologi budaya dari Triandis (1995) yang membedakan antara individualisme dan kolektivisme yang dibedakan menjadi empat dimensi yaitu: definition of self, structure of goal, emphasis on norm vs. attitudes, and emphasis on relatedness vs. rationality. Dengan memperhatikan perbedaan budaya antar bangsa akan membawa kita kepada pengertian dan pemahaman yang lebih jauh terhadap berbagai aspek budaya yang mempengaruhi komitmen dalam suatu bangsa.

C. Budaya Indonesia

Tidak mudah dalam mencari referensi mengenai budaya Indonesia yang representatif dan komprehensif. Karena ketika membicarakan budaya Indonesia akan banyak budaya setiap daerah yang harus diungkap, dengan sifat yang heterogen sangat sulit mengidentifikasi budaya Indonesia yang sesungguhnya. Selain itu, Indonesia tidak memiliki identitas budaya bangsa yang jelas, meskipun secara filosofi dan ideologi dalam kebhinekaan budaya di Indonesia ada nilai-nilai luhur yang termuat dalam pancasila. Namun dalam kenyataan dilapangan, hanya dijadikan idelaita semata.

Menurut Hofstede (2001), Indonesia adalah negara yang memiliki uncertainty avoidance yang terbilang rendah. Dalam dimensi budaya Hofstede, uncertainty avoidance ini dijelaskan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menghindari masalah, atau dengan kata lain tingkat kemampuan bangsa indonesia menangani masalah-masalah dan keyakinan tentang masa depan yang lebih baik.

Selain itu, Hofstede juga memperkirakan bahwa orientasi bangsa indonesia terhadap masa depan terbilang sangat rendah. Dalam dimensi long-term orientation vs short-term orientation, skor indonesia diperkirakan 25, terendah setelah Rusia, Cina, dan Afrika Barat. Dimensi ini adalah nilai yang diorientasikan sebagai bentuk berpikir menuju masa depan. Menurut Hofstede, berpikir jangka panjang akan dapat menambah wawasan dan insight seseorang, karena hal tersebut akan membuat seseorang mampu menemukan cara atau usaha untuk memikirkan apa yang nantinya akan dilakukan pada masa yang akan datang, sehingga dia akan berusaha untuk mewujudkan usaha tersebut.

Dengan demikian, kajian menganai budaya Indonesia dalam tulisan ini hanya akan dilihat berdasarkan perspektif hasil penelitian Hofstede dengan empat dimensi budayanya. Dari situ bisa diidentifikasi dan dikorelasikan dengan aspek-aspek budaya orang Indonesia yang mempengaruhi komitmen kerja dalam suatau organisasi. Berdasarkan hasil penelitian dari Hofstede, Indonesia memperoleh skor 15 untuk dimensi individualitas, 80 untuk dimensi sentralisasi kekuasaan, 45 untuk dimensi menghindari ketidakpastian, dan 45 untuk dimensi maskulinitas.

Nampak bahwa dimensi budaya yang dominan di Indonesia cenderung kolektivis, dipengaruhi oleh kekuasaan yang tersentralisasi, dan relatif masih besar menyukai hal-hal yang tidak pasti. Orang Indonesia ketika bekerja masih sangat menekankan pada keterikatan dengan karyawan lainnya (interdependence), kedekatan terhadap kelompok (norma kelompok), dan lebih mementingkan nilai-nilai sosial. Hal ini tentu akan membawa prinsip komitmen kerja yang sangat unik bagi orang Indonesia.

Terkait dengan hasil survey yang dilakukan oleh Hay Group (konsultan kelas dunia yang berpusat di Boston, USA) dimana Indonesia menempati urutan ke 31 pada Indeks komitmen karyawannya. Dari 31 perusahaan yang disurvey dengan melibatkan sebanyak 5080 karyawan itu, didapat lima key driver yang menjadi faktor dominan penunjang komitmen di Indonesia, yaitu : external business focus (27%), job enablement (17%), internal effectiveness communication (15%), internal effectiveness direction (8%), management performance (8%), dan sisanya terbilang kurang signifikan.

Pertama External businness focus yang mendominasi prosentase faktor komitmen meliputi hal-hal antara lain: Quality of Products/ Services, Customer Focus, Ethics/ Social Responsibility. Kedua Job Enablement, meliputi : Authority, Training, Information, dan Processes. Ada korelasi yang signifikan dari hasil penelitian Hofstede dengan hasil survey dari Hay Group.

External businness focus dan Job Enablement yang menjadi 2 faktor dominan dikaitkan dengan dimensi budaya yang dominan di Indonesia, yaitu :

(1) Quality of products/ Services, karyawan akan lebih komitmen terhadap organisasi jika produk baik berupa barang atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi/perusahaan tersebut berkualitas tinggi. Jika tidak, maka akan terjadi sebaliknya;

(2) Customer focus, fokus pelayanan terhadap konsumen menjadi salah satu faktor pendorong munculnya komitmen. Karyawan akan memiliki komitmen yang tinggi jika konsumen merasa terlayani dengan baik atau memuaskan;

(3) Ethics/ Social Responsibility, oleh karena orang Indonesia cenderung kolektivis maka sangat mempengaruhi pola kerjanya. Individu akan mempunyai komitmen yang tinggi jika dapat diterima dan diakui oleh kelompoknya. Dan ketika sudah diterima dan diakui oleh kelompoknya, ia akan memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi;

(4) Authority, aspek kekuasaan juga mempengaruhi komitmen karyawan. Karyawan akan menajadi lebih komitmen ketika mempunyai keleluasaan kekuasaan yang lebih pula. Otoritas dipandang sebagai cara memudahkan proses bekerja seorang pimpinan karyawan terhadap karyawannya;

(5) Training. Pelatihan yang dilakukan secara efektif akan mempengaruhi insight karyawan dalam memahami tujuan organisasinya. Kegiatan training akan merubah dan mengembangkan pengetahuan dan pemahaman karyawan terhadap tujuan organisasinya, ia akan tahu posisi dirinya dalam organisasi tersebut. Sehingga komitmen akan muncul bila ia memahami dan sadar betul akan posisi serta peran penting dirinya bagi organisasi;

(6) Information dan Processes, orang Indonesia relatif masih banyak yang menyukai hal-hal yang tidak pasti dan bersifat ambigu. Proses informasi yang terjadi dalam komunikasi antar karyawan lebih banyak yang bersifat informal, kekeluargaan, dan kental dengan nilai-nilai sosial. Tugas pekerjaan yang cenderung formal, kaku, dan pasti kurang disukai oleh karyawan di Indonesia. Sehingga komitmen karyawan akan lebih tinggi jika proses informasi yang terjadi dalam komunikasi antar anggota organisasi lebih bersifat informal, bersifat kekeluargaan, dan mengandung nilai-nilai sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar